Sabtu, 25 Desember 2010

tidak seperti keluarga lainnya Kristen Batak yang diwajibkan untuk pergi ke gereja setiap hari minggu atau membaca Alkitab atau berpartisipasi aktif dalam kegiatan gereja, saya tidak seperti mereka meskipun saya lahir dan dibesarkan di sebuah keluarga Kristen, bahkan kakek saya adalah semacam pengurus gereja. Orang tua saya selalu memberi saya kebebasan untuk memilih. Banyak yang menilai diriku sebagai orang yang tidak mengenal Tuhan, tapi, dapatkah manusia mengenal tuhannya? bahkan manusia saja belum mengenal dirinya sendiri. aku tidak tahu bahwa tidak mengikuti ritual-ritual keagamaan itu (seperti pergi ke gereja ataupun membaca alkitab atau berdoa ) menjadikanku ateis. Karena yang aku tahu, Tuhan tidak haus akan pujian, Tuhan tidak butuh sebuah agama untuk menjadi wadah berkahnya, Tuhan tidak mengenal bahasa suci, Tuhan tidak mempunyai buku suci, ataupun tempat suci ataupun bangsa terpilih.

dalam natal ini, seperti biasa, ada banyak orang kristen sibuk dengan baju baru, lagu baru, dekorasi baru, dan mungkin iman baru. Toko-toko dan pusat perbelanjaan (online maupun tidak) pun sibuk melayani pelanggan, dimulai dari toko yang menjual baju indah, yang menjual lagu-lagu rohani, menjual pernak-pernik dan hiasan natal, sampai yang menjual janji keselamatan hadir ditengah-tengah masyarakat industrialis-kapitalis-konsumtif ini.

saya tetap merayakan natal, meskipun natal dahulunya merupakan tradisi pagan, yaitu menyembah dewa saturn dan mengorbankan seorang anak. Betapa hebatnya para pemuka agama mengubah paradigma yang sudah berumur ribuan tahun itu dari citra musim salju yang dingin, keras, susah, dan suram menjadi sesuatu yang hangat, indah, cinta, dan tenang. Meskipun saya tahu kalau gambaran mengenai Yesus yang lahir di tempat yang tidak layak itu tidak benar ataupun banyak mitos yang ada dalam cerita tersebut. Meskipun saya banyak ragu akan eksistensi Tuhan, meskipun saya tidak percaya agama, saya tidak mengikut ritual-ritual agama. Saya tetap merayakannya, saya tetap menikmatinya tanpa baju baru, tanpa doa, tanpa iman baru, tanpa harapan, dan tanpa agama, karena dulu telah lahir seorang pemimpin yang berpikir dan bertindak yang berjiwa pemberontak, berani, cerdas, dan tanpa pamrih. lahir kedunia fana ini untuk melepaskan rakyatnya dari keterbelakangan agama, kebodohan tradisi, serta kesewenangan penguasanya.

1 komentar:

  1. I like the last bit of your writing. Radical Jesus yet gentle, he is meek yet strong, accommodating yet strict. And He never starts a religion. What he starts is a revolution, to guide human back to love and grace. So far away we are from the grace, that Jesus is considered radical and absurd.

    BalasHapus