Enter Block content here...


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Etiam pharetra, tellus sit amet congue vulputate, nisi erat iaculis nibh, vitae feugiat sapien ante eget mauris.

Sabtu, 17 Desember 2011
Menjalani kehamilan itu berat, apalagi kehamilan yang tidak dikehendaki. Terlepas dari alasan apa yang menyebabkan kehamilan, aborsi dilakukan karena terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Apakah dikarenakan kontrasepsi yang gagal, perkosaan, ekonomi, jenis kelamin atau hamil di luar nikah. Mengenai alasan aborsi, memang banyak mengundang kontroversi. Ada yang berpendapat bahwa aborsi perlu di legalkan dan ada yang berpendapat tidak perlu dilegalkan. Ada yang mengkatagorikan aborsi itu pembunuhan. Ada yang melarang atas nama agama. Ada yang menyatakan bahwa janin bayi juga punya hak hidup sehingga harus dipertahankan, dan lain-lain, aborsi biasanya merujuk kepada tindakan pengeluaran janin sebelum waktunya . Oleh Dutt T, Matthews MP dalam buku Gynaecology for Lawyers.
In non-medical circles, the term ‘abortion’ is usually used to refer to the termination of an early pregnancy by artificial means whereas ‘miscarriage’ is used for those pregnancy losses occurring because of natural events. The medical term for both of these is an ‘abortion’, the definition of which is the termination of a pregnancy before 28 weeks (note that there is no mention of the cause); ‘miscarriage’ has no medical definition. This difference in the use of the same word may give rise to confusion.
Term “aborsi” memiliki dua pemahaman yang berbeda, di kalangan non-medis, aborsi diartikan sebagai penghentian kehamilan dengan paksa (oleh manusia), dan di dalam kalangan medis, aborsi didefinisikan sebagai penghentian kandungan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan biasanya sebelum janin berumur 28 minggu. Yang dalam dunia medis ada 3 bentuk dari aborsi :
1. Aborsi Spontan
· Septic abortion
· Non-septic abortion
· Inevitable abortion
· Incomplete
· Complete
· Missed abortion
· Recurrent spontaneous abortion
· Anembryonic pregnancy
2. Aborsi Buatan / Sengaja
3. Aborsi Terapeutik / Medis
Terkadang tindakan aborsi bukan semata untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bisa karena sang ibu tidak menghendaki kehamilan itu. Aborsi menjadi suatu problem etik, karena ada perdebatan mengenai apakah janin itu sudah merupakan manusia atau tidak, apakah janin dapat dibunuh, dan lain-lain. Saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat.Indonesia, namun terlepas dari kontorversi tersebut, aborsi diindikasikan merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Tidak sedikit masyarakat yang menentang aborsi beranggapan bahwa aborsi sering dilakukan oleh perempuan yang tidak menikah karena alasan hamil di luar nikah atau alasan-alasan lain yang berhubungan dengan norma khususnya norma agama. 
Eudaimonia adalah pandangan bahwa nilai fundamental intrinsik dari etika adalah kebaikan manusia. Dalam pengertian tertentu eudaimonia adalah pandangan yang digunakan guna menjustifikasi kelakuan etis dalam menjustifikasi kelakuan seseorang dalam perilaku etis. Eudaimonia sendiri pertama kali dicetuskan oleh Aristoteles dalam bukunya Nicomachean Ethics

What is proper to each thing is by nature best and pleasant est for it; for a human being,therefore,the life in accordance within tell ect is best and pleasantest, sincethis, more than anything else,constitutes humanity.So this life will also be the happiest. (Aristotle, Nicomachean Ethics, Translated by David Ross, X : C7)

Kebahagian yang dimaksud Aristoteles adalah menunjuk kepada kebaikan tertinggi dalam manusia, namun eudaimonia juga berlaku sebagai sesuatu yang lebih seperti kesejahteraan.


SEJARAH ABORSI

A. Perkembangan Aborsi di Dunia
Aborsi telah dilakukan sejak jaman kuno dahulu, ketika manusia masih mengumpulkan makanan dan hidup nomaden. Bukti tertulis paling awal mengenai aborsi terkandung dalam Papyrus Ebers. Berlokasi di Universitas Leipzig, papirus yang dibuat sekitar tahun 1550 SM. Diyakini menjadi dokumen medis tertulis paling awal yang ditemukan yang memuat informasi mengenai aborsi disertai tanggal dan meliputi bab tentang ginekologi dan kebidanan serta kondisi medis lainnya. Baik di Roma kuno dan Yunani kuno aborsi adalah praktik yang umum. Soranus dari Efesus (1 M-2M) merekomendasikan penggunaan diuretik dan emmenagogues, yang merupakan tumbuhan yang merangsang aliran darah di daerah panggul seperti mugwort, peterseli dan jahe, sebagai metode aborsi yang aman. Aborsi juga dilakukan dengan bantuan dukun. Mereka melakukan aborsi dengan cara memasukkan alat berbentuk spiral untuk mengeluarkan janin dalam kandungan dengan cara kuret (tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan atau sisa jaringan dari dalam rahim). Spiral tersebut dibubuhi merica dan bubuk kemenyan. Setelah janin dikeluarkan, perempuan yang diaborsi diberi ramuan jamu untuk mencegah infeksi. Untuk memulihkan kesehatan, diberi minum susu campur madu lebah hutan. Meskipun dengan hal tersebut terdokumentasi dengan baik namun sulit untuk melihat seberapa efektif hal itu,
Dikebudayaan Asia sendiri, terdapat banyak dokumentasi historis yang mengungkapkan mengenai aborsi dan caranya, semisal teks Sansekerta yang berasal ke abad ke-8 dituliskan bahwa untuk merangsang aborsi wanita hamil harus duduk di atas panci uap bawang yang direbus. Sedangkan di China, praktik aborsi sudah terjadi sekitar tahun 515 SM. Pada mulanya, praktik aborsi hanya dilakukan oleh selir-selir di istana kerajaan. Kaisar Shennong secara langsung turun tangan dalam proses aborsi dengan menggunakan bubuk merkuri namun tidak disebutkan bagaimana cara menggunakannya apakah dioles atau diminum. Ketika bubuk merkuri dianggap sangat berbahaya, maka ditempuhlah jalan yang dinilai lebih alami untuk melakukan aborsi. Yang dimaksudkan dengan cara alami adalah ketika perempuan hamil diwajibkan melakukan kegiatan fisik yang keras agar janinnya gugur dengan sendirinya. Seperti, dengan mengangkat barang-barang berat, memanjat tebing, mendayung, menunggang kuda, atau angkat besi. Ada juga yang disarankan duduk di atas bara batok kelapa, perutnya direndam air panas, minum air merica dan sari mentimun yang dicampur dengan bubuk daun salam. Cara-cara tersebut diyakini mampu mengeluarkan janin sebelum waktunya. Lagipula cara-cara tersebut dapat dilakukan secara mandiri oleh perempuan yang menginginkan aborsi. Perempuan Maori di Selandia Baru melakukan aborsi dengan mengikatkan ikat pinggang dengan di sekitar perutnya. Hal semacam ini juga populer di kalangan perempuan Eropa abad 16. Bedanya, perempuan Eropa menggunakan korset untuk mengikat perutnya sampai janin di kandungan hancur. Sistem pijat untuk menggugurkan janin dipraktekkan di Jepang, Korea, dan Kamboja. Namun, petani perempuan miskin di Jepang tetap menerapkan metode 'ikat pinggang' untuk menggugurkan janinnya. (Pranoto)
Perkembangan aborsi di banyak negara sangatlah panjang. Ada yang membolehkan dengan alasan kesehatan perempuan, perkosaan, sosial, hingga berdasarkan permintaan calon ibu. Jepang, India, Korea Utara, Taiwan, Inggris, Hungaria, Australia, dan Zambia merupakan negara yang membolehkan warganya melakukan aborsi dengan alasan sosial dan kesehatan perempuan. Kuba, Puerto Riko, Mongolia, China, Amerika Utara, Vietnam, sebagian negara di Eropa, dan Tunisia melegalkan aborsi berdasarkan permintaan. Sebagian besar lagi negara di dunia membolehkan pengguguran kandungan dengan alasan keselamatan ibu dan alasan tertentu seperti misalnya korban perkosaan.
Kanada memiliki sejarah menarik berkaitan dengan aborsi. Seperti kebanyakan negara lain, Kanada melarang aborsi pada abad 19. Parlemen Kanada melarang dengan tegas pada 1869 dengan ancaman hukuman penjara. Tekanan untuk membebaskan hukum aborsi dimulai 1960-an. Ide itu berawal dari asosiasi medik legal, juga dari berbagai kelompok wanita dan keadilan sosial seperti Humanist Fellowship of Montreal yang ketika itu diketuai Henry Morgentaler. Pada 1967, Menteri Kehakiman Kanada Pierre Trudeu mengajukan nota untuk membebaskan hukum aborsi Kanada. Tentunya aborsi masih termasuk tindakan kriminal, namun perempuan dapat membuat izin istimewa dari komite pengobatan aborsi yang terdiri dari tiga dokter di rumah sakit. Hukum itu terus berjalan, sampai kemudian ada kisah yang diperankan Henry Morgentaler. Dia menyatakan, perempuan mempunyai hak dasar untuk melakukan aborsi. Setelah pengumuman itu, perempuan-perempuan mulai mendatangi kantor Morgentaler, memohon aborsi. Awalnya ia menolak dan mengatakan itu adalah tindak kriminal dan ia bisa dipenjara. Tetapi setelah mendengar terlalu banyak orang meninggal karena aborsi ilegal, ia memutuskan untuk beraksi, melayani aborsi di kantornya. Pada 1973 Morgentaler mengumumkan telah melakukan lima ribu aborsi aman di luar rumah sakit, tanpa persetujuan komite apa pun. Ia bahkan merekam penampilannya sendiri ketika melakukan aborsi dan menayangkan di televisi. Tindakan itu langsung mendapat sanksi hukum. Dokter ini akhirnya keluar masuk pengadilan dan penjara di berbagai negara bagian di Kanada. Tindakan dan juga proses pengadilan serta hukuman yang dijalani, terus mengundang pro dan kontra. Apa yang dilakukan Morgentaler berpengaruh besar pada sejarah aborsi legal yang dianut negara itu sekarang. Pada 1990-an, akses untuk mengaborsi di Kanada berkembang pesat. Saat ini ada banyak klinik dan pusat kesehatan di seluruh negara bagian yang memberikan aborsi di luar rumah sakit. Klinik-klinik itu melakukan aborsi secara legal, dan dilakukan oleh orang yang berkompeten atau ahlinya.
Isu aborsi di Amerika mulai muncul sekitar 1820-an. Sebanyak 50 negara bagian pada 1965 melarang aborsi kecuali dengan alasan tertentu. Aborsi mulai dilegalkan pada 1973, awalnya oleh 17 negara bagian. Dalam kasus Roe v Wade, dideklarasikan beberapa hukum negara mengenai aborsi. Pada trimester pertama kehamilan, negara tidak dapat menghalangi wanita untuk melakukan aborsi atas izin medis. Selama trimester kedua, negara dapat mengatur prosedur aborsi hanya untuk melindungi kesehatan wanita. Memasuki trimester ketiga, negara dapat mengatur untuk melindungi janin dengan tidak mengorbankan kelangsungan hidup dan kesehatan wanita. Lima tahun setelah itu, bantuan pembiayaan medis dalam jumlah terbatas diberikan untuk kasus aborsi pada wanita miskin, mempunyai risiko kesehatan, atau kasus incest. Setelah itu, jumlah kasus aborsi turun 96% dari 250.000 menjadi 2.421 per tahun. Meski sudah dilegalkan untuk alasan tertentu, sampai sekarang masih terjadi gerakan antiaborsi, terutama dari Gereja Katolik Roma dan kelompok Teologi Kristen Konservatif. Sikap pro dan kontra itu diikuti dengan beberapa tindak kekerasan, misalnya menghalangi akses klinik yang menyediakan praktek aborsi, blokade, vandalisme, ancaman bom, penculikan, hingga kematian.
Dokter terakhir di Belanda yang ditahan karena melakukan aborsi terjadi pada 1953. Parlemen Belanda memiliki undang-undang tentang pengaturan aborsi. Misalnya diperbolehkan sampai usia kandungan 24 minggu, atau bila anak yang akan dilahirkan mengalami cacat parah. Para dokter di Belanda wajib melaporkan aborsi yang dilakukan. Sebuah komisi khusus akan menentukan apakah janin benar-benar tidak dapat dipertahankan. Pada 1986, pemerintah Belanda mulai melakukan sistem perawatan kesehatan. Sejak saat itu, angka aborsi di Belanda menjadi lebih rendah dari negara mana pun. Sistem perawatan yang baik, gencarnya pendidikan seks yang komprehensif, serta keberhasilan program keluarga berencana merupakan beberapa faktor pendorong turunnya angka aborsi.
Maret 2005 ratusan perempuan Polandia menuntut hak aborsi di pusat Kota Warsawa. Demonstrasi yang diikuti 1.000 orang menurut penyelenggara, 500 orang menurut polisi, diadakan menjelang peringatan Hari Wanita Internasional pada 8 Maret. Tujuannya mendesak pemerintah membebaskan aborsi dan melindungi hak kaum wanita serta homoseksual. Aksi itu dibalas kepungan puluhan pemuda aktivis antiaborsi Katolik yang mengejek wanita-wanita itu, dengan menyebut mereka sebagai pembunuh. Tiga bulan lalu, sebuah kapal Belanda the Langenort dilempari telur dan cat merah ketika akan berlabuh di Polandia. Pasalnya, kapal milik Yayasan Belanda Women On Waves itu bermaksud memberi penyuluhan tentang aborsi yang aman kepada perempuan. Kehadiran kapal tersebut segera menyulut reaksi keras di negara konservatif itu. Uskup Agung Gdansk Tadeusz Goclowski menyebut sebagai upaya untuk membunuhi orang-orang Polandia. Presiden Polandia Aleksander Kwasniewski mengatakan kepada radio pemerintah, kedatangan kapal itu menghadirkan masalah hukum dan moral. "Masing-masing dari kita harus membuat penilaian moral sendiri. Penilaian saya adalah negatif 100%," katanya. Aborsi merupakan tindakan ilegal di Polandia, sebuah negara di mana sekitar 95% penduduknya beragama Katolik. (Pratikno)
Hukum di Inggris secara umum setuju bahwa aborsi adalah tindak kejahatan tetapi tingkat keseriusan kriminalitas pada saat itu berbeda dengan sekarang. Pada tahun 1803 Hukum Negara Inggris membuat tindakan aborsi memperoleh hukuman mati, tapi kejahatan yang kurang serius sebelum itu. Pada 1837 hukum Inggris menghapuskan hukuman mati untuk aborsi. Dalam hukum tahun 1920-an Inggris menambahkan klausul yang menyatakan bahwa kegiatan aborsi bukan tindakan kriminal jika itu "dilakukan dengan itikad baik untuk tujuan hanya menjaga kehidupan ibu." Perubahan ini secara resmi diakui sedikit disertai perangkat yang menekankan hukum anti-aborsi, namun hal ini dimaksudkan untuk melindungi perempuan dari sebuah prosedur medis berbahaya.Pada tahun 1938 sebuah kasus penting dari R Bourne dimenangkan dengan diperbolehkannya aborsi dilakukan pada seorang gadis berusia 14 tahun yang telah diperkosa pengadilan merasa bahwa kesehatan mental gadis itu akan menderita telah ia melahirkan dan ini menetapkan bahwa mental ibu dapat menjadi alasan yang cukup kuat untuk melakukan tindakan aborsi.

B. Aborsi di Indonesia
Di Indonesia, kini tengah berlangsung perdebatan atau pro dan kontra pelaksanaan aborsi dengan alasan kesehatan ibu sekalipun. Keputusan aborsi yang dihasilkan banyak negara memang bukan datang begitu saja. Butuh perjalanan panjang untuk mencapai kata sepakat yang tidak sepakat. Dalam arti dari kesepakatan selalu ada sisi yang tidak sepakat. Saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat.Indonesia, namun terlepas dari kontorversi tersebut, aborsi diindikasikan merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia. Namun sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Akan tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering tidak muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini aborsi masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di negara-negara yang tidak mengizinkan aborsi seperti Indonesia, banyak perempuan terpaksa mencari pelayanan aborsi tidak aman karena tidak tersedianya pelayanan aborsi aman atau biaya yang ditawarkan terlalu mahal. Pada remaja perempuan kendala terbesar adalah rasa takut dan tidak tahu harus mencari konseling. Hal ini menyebabkan penundaan remaja mencari pertolongan pelayanan aman, dan sering kali terperangkap di praktek aborsi tidak aman. Aborsi yang tidak aman adalah penghentian kehamilan yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih, atau tidak mengikuti prosedur kesehatan atau kedua-duanya.
Tidak sedikit masyarakat yang menentang aborsi beranggapan bahwa aborsi sering dilakukan oleh perempuan yang tidak menikah karena alasan hamil di luar nikah atau alasan-alasan lain yang berhubungan dengan norma khususnya norma agama. Namun kenyataannya, sebuah studi di Bali menemukan bahwa 71 % perempuan yang melakukan aborsi adalah perempuan menikah (Dewi, 1997), juga studi yang dilakukan oleh Population Council, 98,8 % perempuan yang melakukan aborsi di sebuah klinik swasta di Jakarta, telah menikah dan rata-rata sudah memiliki anak (Herdayati, 1998), alasan yang umum adalah karena sudah tidak ingin memiliki anak lagi, seperti hasil survey yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS), 75 % wanita usia reproduksi berstatus kawin tidak menginginkan tambahan anak (BPS, Dep.Kes 1988)
Aborsi mungkin sudah menjadi kebutuhan karena alasan di atas, namun karena adanya larangan baik hukum maupun atas nama agama, menimbulkan praktek aborsi tidak aman meluas. Penelitian pada 10 kota besar dan 6 kabupaten memperlihatkan 53 % Jumlah aborsi terjadi di kota, padahal penduduk kota 1,36 kali lebih kecil dari pedesaan, dan pelayan aborsi dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih terdapat di 16 % titik pelayanan aborsi di kota oleh dukun bayi dan 57 % di Kabupaten. Kasus aborsi yang ditangani dukun bayi sebesar 11 % di kota dan 70 % di Kabupaten dan dari semua titik pelayanan 54 % di kota dan 85 % di Kabupaten dilakukan oleh swasta/ pribadi.


TINJAUAN ETIKA KEUTAMAAN : EUDAIMONIA

A. Etika Keutamaan
1. Pengertian Etika Keutamaan
Etika keutamaan atau virtue ethic/moral virtue adalah cabang etika yang mempelajari mengenai watak yang dimiliki manusia. Keutamaan adalah kecenderungan watak baik yang menjadi bagian dari kepribadian seseorang dan mempermudahnya mengarahkan kehendak dan perbuatannya sesuai dengan keutamaan itu. Fokus perhatian dari etika keutamaan lebih menyoroti kepada manusia itu sendiri daripada kesesuaian perbuatan manusia dengan norma moral, jadi etika keutamaan lebih memperhatikan pada being manusia itu sendiri daripada doing manusia, dengan berusaha menjawab pertanyaan seperti “saya harus menjadi orang yang bagaimana?”. Keutamaan adalah bentuk disposisi watak yang telah diperoleh seseorang yang akhirnya memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral, Keutamaan adalah suatu disposisi, maksudnya adalah keutamaan merupakan suatu kecenderungan tetap yang ditandai dengan adanya stabilitas. Keutamaan adalah sifat baik yang telah mendarahdaging pada manusia, namun sifat-sifat badani dan psikis bukan merupakan sifat keutamaan. Kesenangan dalam melakukan keutamaan adalah tanda bahwa disposisi keutamaan telah diperoleh. Jadi keutamaan mempunyai hubungan yang eksklusif dengan moral.

2. Jenis Etika Keutamaan
Keutamaan, terdiri dari dua jenis, yaitu yang berhubungan dengan intelektual dan moral, keutamaan intelektual membutuhkan pengalaman dan waktu, sementara keutamaan moral muncul sebagai hasil dari kebiasaan. Keutamaan, kemudian, adalah keadaan karakter yang bersangkutan dengan pilihan dan kehormatan. Keutamaan merupakan suatu diposisi watak yang diperoleh dengan melalu jalan pembiasaan diri atau melatih diri, dengan proses perolehan yang disertai dengan suatu usaha korektif serta berlangsung dalam kondisi melawan arus, melawan arus maksudnya adalah dengan mengatasi problem yang dialami dalam keadaan yang normal. Keutamaan seperti keberanian, misalnya, diperoleh dengan mengoreksi suatu sifat awal yang tidak baik dengan cara melawan rasa takut, dalam hal ini pengendalian terbentuk melalui jalan dengan melawan kecenderungan yang biasanya untuk mencari kesenangan tanpa batas. Keutamaan yang didapatkan dari proses panjang pembiasaan diri dan latihan yang cukup panjang dan tentu saja pendidikan dalam proses ini mempunyai peranan penting. Keutamaan seperti kejujuran atau kemurahan hati bukan hanya merupakan sebuah kecenderungan guna melakukan apa yang jujur atau apa yang murah hati, juga yang secara spesifik sebagai yang diinginkan atau baik secara moral. Keutamaan sesungguhnya ciri karakter yang merupakan disposisi yang mengakar kuat di manusianya. Hal ini terkait dengan tindakan yang lain juga, seperti dengan emosi, reaksi, pilihan, nilai, keinginan, persepsi, sikap, minat, harapan, dan kepekaan. Untuk mencapai keutamaan adalah dengan cara menjadi seseorang yang memiliki pola pikir tertentu yang kompleks.

3. Phronesis
Keutamaan berkaitan dengan kehendak. Keutamaan sendiri adalah disposisi karakter yang terus secara stabil membuat kehendak tetap cenderung untuk ke arah yang tertentu. Karena setiap tindakan manusia merupakan kehendak maka motivasi atau maksud dari tindakan tersebut menjadi sangat penting. Aristoteles melukiskan keutamaan sebagai suatu sikap watak yang memungkinkan manusia untuk memilih jalan tengah antara dua kutub ekstrem yang berlawanan. Sebagai contoh, dalam belanja, pengeluaran terlalu banyak disebut boros, terlalu hemat disebut kikir. Diantara dua kutub ini, keutamaan adalah mengambil jalan tengah; tidak boros juga tidak kikir yang disebut murah hati. Yang perlu dicatat, bagi Aristoteles, keutamaan baru menjelma sebagai keutamaan yang sungguh-sungguh setelah yang bersangkutan mempunyai sikap tetap dalam menempuh jalan tengah tersebut. Bukan sekedar terjadi dalam beberapa kasus. Juga bahwa jalan tengah tidak dapat ditentukan dengan cara yang sama untuk semua orang. Artinya, apa yang dimaksud jalan tengah ini sangat subjektif, bukan objektif. Menurut Aristoteles, rasio menetapkan keutamaan tersebut dan harus menentukannya sebagaimana orang yang bijakasana dalam bidang praktis menentukan keutamaan. Aristoteles menganggap bahwa keutamaan bukan persoalan teori, tapi praksis. Aristoteles memisahkan praksis dari teori, meski menggunakan keduanya dalam menggapai kebahagiaan. Menurut Aristoteles, theori diarahkan pada realitas yang tidak berubah (idea), sedang praxis bergerak dalam alam manusia yang berubah yang mana manusia sendiri mempunyai kebebasan untuk memilih mana yang diambil. Nah, kemampuan bertindak tepat berdasarkan pertimbangan baik dan buruk ketika menghadapi pilihan-pilihan inilah yang disebut phronesis (kebijaksanaan praktis). Orang yang mempunyai phronesis mengerti bagaimana harus bertindak secara tepat. Menurut Aristoteles, phonesis tidak bisa diajarkan sebagaimana juga etika tidak bisa diajarkan, tapi bisa dikembangkan atau dilatih dengan cara dibiasakan. Phronesis tumbuh dan berkembangan dari pengalaman dan kebiasaan bertindak etis. Semakin mantap seseorang bertindak etis, semakin kuat pula kemampuannya untuk bertindak menurut pengertian yang tepat; sama dengan orang yang semakin melatih jiwanya akan semakian peka perasaannya. Konsep etika Aristoteles ini, dimana aktualisasi potensi tidak hanya dilakukan di dunia Idea, tetapi harus juga dalam kehidupan praksis, dalam kehidupan bermasyarakat, mendorong manusia untuk bertindak sosial. Manusia bisa dinilai hidup secara baik jika berpartisipasi dalam kehidupan negara dan tidak lepas dari norma-norma serta nilai-nilai masyarakat.

B. Konsep Eudaimonia
1. Pengertian Eudaimonia
Eudaimonia atau kebahagiaan adalah tujuan sekaligus penentu baik buruknya tindakan dalam etika keutamaan Aristoteles. Menurutnya, sesuatu dinilai baik jika tujuannya mengarah pada pencapaian kebahagiaan, dan dinilai buruk jika tidak diarahkan kepada kebahagiaan. kebahagiaan manusia terdapat pada aktivitas yang khusus dan mengarah pada kesempurnaanya. Potensi khas manusia yang membedakan dari binatang atau makhluk lain adalah akal budi dan spiritualitasnya. Tidak ada satupun mahluk hidup selain manusia yang mempunyai potensi ini. Karena itu, aktivitas dan aktualitas manusia yang bisa mengarahkan pada kebahagiaan adalah semua bentuk aktivitas yang melibatkan bagian jiwa yang berakal budi. Namun, karena manusia hidup dalam alam dunia dan masyarakat, maka aktualisasi dari akal budi tersebut bukan semata-mata diarahkan pada Yang Maha Budi dan Idea, tetapi juga diarahkan pada kehidupan konkrit melalui partisipasi dalam kehidupan masyarakat. Eudaimonia terletak pada diri manusia sendiri, pada aktivitasnya untuk mengembangkan potensi-potensi hakikinya untuk menjadi sempurna. Namun demikian, aktivitas menuju kebahagiaan ini tidak bisa dilakukan sembarangan. Aktivitas yang menyebabkan kebahagiaan harus dijalankan menurut prinsip keutamaan. Hanya aktivitas yang disertai keutamaan yang dapat membuat manusia bahagia. Karena kebahagian sangat bergantung dengan orang yang bersangkutan, konsep keutamaan sebagai jalan menuju kebahagiaan sebenarnya sangat beragam. Dengan demikian apa yang dimaksud dengan keutamaan untuk mencapai kebahagiaan sebenarnya berbeda-beda dan sangat terganutng pada individu masing-masing. Karena kebahagian hanya dapat dicapai dengan rasionalitas oleh orang yang berbeda dengan cara yang berbeda dan sangat tergantung pada kepribadian seseorang itu. Di samping itu, aktivitas tersebut mesti dilakukan secara stabil, dalam jangka waktu yang panjang.

For this reason also the question is asked, whether happiness is to be acquired by learning or by habituation or some other sort of training, or comes in virtue of some divine providence or again by chance. Now if there is any gift of the gods to men, it is reasonable that happiness should be god-given and most surely god-given of all human things inasmuch as it is the best. But this question would perhaps be more appropriate to another inquiry; happiness seems, however, even if it is not god-sent but comes as a result of virtue and some process of learning or training, to be among the most godlike things; for that which is the prize and end of virtue seems to be the best thing in the world, and something godlike and blessed. (Aristotle, Nicomachean Ethics, Translated by David Ross, I : 15)

2. Cara Memperoleh Eudaimonia
Aktualisasi diri yang dinilai sebagai kebahagiaan adalah aktualisasi yang mengakibatkan kesempurnaan pada yang bersangkutan. Kesempurnaan mata adalah melihat, kesempurnaan makhluk hidup adalah mengembangkan psikisnya, dan kesempurnaan manusia adalah aktualisasi dari kemungkinan tertinggi yang hanya terdapat pada manusia, akal budi dan rohaninya. Dengan demikian, kebahagiaan manusia sama dengan menjalankan aktivitas yang spesifik baginya, yaitu mengembangkan pemikiran dan spiritualitas. Bagi manusia, kebahagiaan adalah memandang kebanaran. Karena itu, kebahagiaan manusia hanya bisa dicapai dengan cara bertindak secara aktif dengan cara mengaktualisasikan potensi atau nilai-nilai luhur manusia yang berasal alam transendental dalam kehidupan nyata. Manusia harus menjadi bahagia bukan dengan cara pasif menikmati sesuatu, atau bahwa segala yang diinginkan tersedia, melainkan dengan cara aktif. Dengan bertindak ia menjadi nyata. Hanya dengan perbuatan manusia menyatakan diri, ia menjadi nyata. Sesuatu yang hidup bermutu tidak tercapai melalui nikmat pasif, melainkan melalui hidup yang aktif. Manusia bahagia dalam merealisasikan atau mengembangkan potensi-potensi dirinya.Selain itu, aktualisasi aktif dalam merealisasikan dan mengembangkan potensi khas manusia tersebut harus dilakukan menurut aturan keutamaan. Hanya aktivitas yang disertai keutamaan yang membuat manusia menjadi bahagia. Dan yang penting, upaya maksimal atas potensi-potensi diri tersebut tidak terjadi secara sporadis atau berkala, tetapi terjadi dalam jangka waktu yang lama. Dengan demikian jelas bahwa kebahagiaan yang dalam etika Aristoteles digunakan sebagai tolok ukur baik buruknya sebuah tindakan terletak pada kemampuan yang bersangkutan dalam mengaktualisasikan potensi-potensi khas dirinya. Semakin seseorang mampu mengaktualisasikan potensi khasnya, yang tentu disertai keutamaan, maka semakin dinilai baiklah tindakannya, karena itu berarti semakin mengarah kepada kebahagiaan.


HUBUNGAN ABORSI DENGAN PRINSIP EUDAIMONIA

Pengertian aborsi adalah tindakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (sebelum usia 20 minggu kehamilan), bukan semata untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dalam keadaan darurat tapi juga bisa karena sang ibu tidak menghendaki kehamilan itu.  Ada dua macam aborsi, yaitu aborsi spontan dimana aborsi terjadi secara alami, tanpa intervensi tindakan medis, dan aborsi yang direncanakan dimana melalui tindakan medis dengan obat-obatan saja (jamu, dsb) atau tindakan bedah, atau tindakan lain yang menyebabkan pendarahan lewat vagina. Penghentian kehamilan pada usia dimana janin sudah mampu hidup mandiri di luar rahim ibu (lebih dari 21 minggu usia kehamilan), bukan lagi tindakan aborsi tetapi pembunuhan janin atau infantisida.
Pengertian Eudaimonia adalah kebahagiaan tertinggi manusia atau kebahagian sejati yang dijalankan menurut prinsip-prinsip keutamaan yang merupakan aktualisasi diri dari semua bentuk aktivitas yang melibatkan bagian jiwa yang berakal budi yang diarahkan pada kehidupan konkrit melalui partisipasi dalam kehidupan masyarakat dengan cara mengembangkan potensi-potensi hakikinya untuk menjadi sempurna karena Manusia harus menjadi bahagia bukan dengan cara pasif menikmati sesuatu, atau bahwa segala yang diinginkan tersedia, melainkan dengan cara aktif. Dengan bertindak ia menjadi nyata. Hanya dengan perbuatan manusia menyatakan diri, ia menjadi nyata. Sesuatu yang hidup bermutu tidak tercapai melalui nikmat pasif, melainkan melalui hidup yang aktif.
Dalam bukunya berjudul Politik, Aristoteles mengizinkan terjadinya aborsi dalam keadaan tertentu.

Jika ada pasangan yang memiliki jumlah anak lebih, tindakan aborsi akan dikenakan. Apa yang diperbolehkan secara hukum dalam kasus-kasus seperti ini bergantung pada masalah hidup dan pemahamannya (Aristoteles, Politik, diterjemahkan oleh Syamsur Irawan Kharie 7,XIII : 359)

Dalam hal ini, konteks pelegalan terhadap aborsi, di asumsikan bahwa sebuah negara yang ideal harus memiliki jumlah penduduk yang seimbang dan jika ada ditemukan pasangan yang memiliki anak lebih dari jumlah ketetapan maka tindakan aborsi dapat diterima. Dalam pandangan eudaimonianya, Aristoteles mengemukakan bahwa kebahagian manusia dicapai dengan aktualisasi diri yang berpegangan kepada prinsip-prinsip keutamaan. Bahwa tindakan aborsi dilakukan dalam rangka aktualisasi diri demi mencapai kebahagiaan, jika diperhatikan tindakan aborsi jika dilihat dari sisi moral dan etika kewajiban merupakan suatu tindakan yang tidak bermoral. Jika melihat prinsip dari keutamaanyang lebih memfokuskan perhatiannya kepada manusia itu sendiri daripada perbuatan satu persatu dan kesesuaianny dengan norma moral, maka tindakan aborsi salah dan benarnya tergantung disposisi watak yang telah diperolehnya melalui pembiasaan yang lama, namun meskipun begitu tindakan aborsi jika dilihat dengan etika keutamaan yang menyatukan moral dengan manusianya tidaklah sesuai satu sama lain. Jika dilihat dari eudaimonia tindakan aborsi merupakan tindakan yang tidak dapat disalahkan atau dibenarkan karena hal tersebut tergantung dari alasan si ibu untuk melakukan aborsi, seperti yang diuraikan di atas tadi Aristoteles sendiri memperbolehkan tindakan aborsi dengan alasan-alasan tertentu dengan syarat-syarat yang telah terpenuhi sebelumnya.



PENUTUP
A. Kesimpulan
Tindakan aborsi tidak dapat dilihat sebagai tindakan melanggar norma dan yang melakukan harus diberikan sanksi, masalah seperti ini harus dilihat secara holistik mengenai latar belakangnya, tujuannya dan apa konsekuensinya. Harus ada pemisahan antara subjek pelaku dengan tindakannya, bahwa aborsi merupakan tindakan melawan moral adalah benar, namun latar belakang kenapa tindakan tersebut diambil harus menjadi pertimbangan lagi.

B. Saran
Pemerintah bersama DPR dengan rekomendasi dokter dan ahli etika haruslah mencari formula yang tepat mengenai penanganan aborsi, khususnya terhadap dua undang-undang yang sebelumnya meregulasi mengenai aborsi diharapkan ada yang dihapus atau di revisi karena kedua undang-undang tersebut malah menimbulkan kebingungan di masyarakat dan para anggota medis, karena kedua saling kontradiktif satu sama lain.




Daftar Pustaka
Aristotle, 2004, Nicomachean Ethics; Cambridge University Press Translated by David Ross, UK
Bakker. A, Zubair A.C,1989,Metodelogi Penelitian Filsafat ; Kanisius, Yogyakarta
Bertens. K ,1993, Etika; Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Bertens. K, 2002, Aborsi Sebagai Masalah Etika; Grasindo, Jakarta
Dutt T, Matthews MP, 1999, Gynaecology for Lawyers; Cavendish Publishing Limited, London
LAMPIRAN
Ananto Pratikno. Thu, 08 Sep 2005 http://www.mail-archive.com/sarikata@yahoogroups.com/msg02824.html Accessed 8 June 2011
Lynda Osborne. Feb 3, 2010 http://www.suite101.com/content/the-history-of-abortion-a196759 Accessed 8 June 2011
Naning Pranoto, 12 Desember 2010 http://id.shvoong.com/humanities/history/2086183-sejarah-aborsi/ Accessed 8 June 2011